Jumat, 22 Juni 2012

Apologi Sampah

Intektualitas merupakan sebuah spectrum warna berpikir kritis. Saat ilmu menjemput rasa keingintahuan dalam menjawab kebodahan zaman. Namun sayang, ‘kepintaran’ logika membuat Makna realiatas seringkali dibungkus dengan kesombongan generalisasi teori. ‘punya ku’ yang paling benar ! bukan, ‘punya ku’ yang paling tepat.

Dielektika sering terjadi di ruang suci penuh buku. Namun tindakan di dunia nyata menunjuk kemunafikan apologi sampah. Tiang-tiang penyanga nurani dirobohkan untuk alasan kebebasan hak dan berpikir bebas. ‘Bebas terjun ke dalam jurang’. Berkoar-koar seperti nabi di tengah zaman. Namun lari menghampiri penguasa modal.

Ada banyak jargon pemikiran. Menata jalan menuju dunia tampa ‘kebodohan’. Berlogika hingga merusak logika. Berfikir sampai menyesatkan pikiran. Memaksa pembenaran sampai merusak kebenaran. Menegak keadilan  sampai lupa apa itu arti keadilan. Jadi pahlawan di tengah peradapan.. Berlagak sok paham dalam ranah kemanusiaan. Tapi menyingkirkan nilai nilai kemanusian.

Mengaku memengang estafet perubahan. Tapi berlari berlawan dari garis perjuangan. Memengang kitab manusia tapi membuang kitab Tuhan. Lupa ? terlupakan ? atau berpura-pura lupa ?. Tetap saja ada pembenaran.

Di rumah ada cermin. Tapi sering sekali berkaca.

2 komentar:

  1. lalu bagaimana dengan anda sendiri, apakah anda merasa sudah benar

    BalasHapus