Kamis, 21 Juni 2012

BERCERMIN DARI KASUS KLAIM BUDAYA

OLEH : AL KINDI HARLEY[1]
 
Indonesia merupakan negara besar yang kaya akan warisan (heritage), baik warisan alam (natural heritage) maupun warisan budaya (cultural heritage). Warisan alam adalah kekayan yang berada pada alam seperti flora, fauna dan lingkungan hidup. Sedangkan warisan budaya dapat di bagi menjadi dua bagian yaitu : budaya fisik dan non fisik. Budaya fisik merupakan hasil ciptaan manusia yang terwujud dalam bentuk fisik. Budaya yang di katagorikan kedalam budaya fisik antara lain: artefak, rumah adat, teknologi dan lain sebagainya . budaya non fisik merupakan budaya yang berupa tindakan dan gagasan manusia seperti bahasa, tarian, folklore, nyayian dan lain sebagainya.

Saat ini banyak warisan Indonesia yang terancam. Ancaman itu bisa berasal dari bencana alam, pembangunan dan pencurian atau pengklaiman seperti yang baru baru ini di lakukan Malaysia terhadap budaya Gondang Sembilan dan Tor Tor yang sedang hangat dibicarakan saat ini. Pada tulisan ini akan membahas ancaman dari rencana pengklaim budaya oleh pihak asing. 

Urgensi Advokasi budaya dan Klaim Budaya.
Advokasi budaya secara sederhana adalah gerakan dan aksi yang mencoba membela, melindungi dan mempertahankan budaya yang sedang mengalami kepunahan dan ancaman. Gerakan advokasi budaya seharusnya meng-cover budaya fisik dan non fisik. Dewasa ini gerakan advokasi budaya dominan dan terlalu berfokus terhadap benda benda fisik yang sudah hampir punah, sebagaiman yang kerap dilakukan oleh organisasi heritage. Namun dengan perkembangan yang terjadi sekarang, advokasi budaya sudah harus di tujukan kepada budaya yang non fisik. Hal ini terkait dengan rencana klaim sepihak  terhadap budaya Indonesia yang dilakukan oleh  Malaysia.

Pengklaiman yang terjadi terkait dengan aspek politis dan ekonomi dan budaya. Secara politis, pengklaiman itu bisa dikatakan sebuah tamparan keras terhadap Indonesia. Indonesia terus kecolongan. Pemerintah Indonesia dan warga negara selalu kebakaran jenggot saat kejadian seperti saat ini. Padahal hal serupa sudah pernah terjadi dengan modus dan pola yang kurang lebih sama. Misalnya pengklaiman atas kesenian Reog, rendang dan lagu melayu oleh pihak Malaysia. Jadi pertanyannya apa yang dilakukan pemerintah sebelum pengklaiman warisan budaya itu terjadi ? 

Saat ini Malaysia sedang gencar - gencarnya mendatangkan wisatan asing dari luar. Jadi wajar jika mereka berusaha memperkaya budaya mereka dengan keragaman etnis yang tinggal disana. Salah satunya adalah etnis mandailing yang sejak abad 19 sudah hidup dan berkembang disana. Mereka sudah mendapat posisi tawar yang baik di Malaysia. Sehingga mereka mulai menunjukan identitas dan eksistensi ke-maindailingan mereka dan itu ditampung oleh pemerintahan Malaysia. Kalu pemerintahan Indonesia ngurusi apa ?

Refleksi
Dengan kondisi demikian, sudah seharusnya bangsa indonesia ini mulai saat ini jangan bungkam dan berdiam diri. Tapi bukan berarti kita salah kaprah dan gelap mata langsung menuduh pihak yang mengklain yang ‘kurang ajar’. Dalam teori kebudayaan ada yang namanya difusi kebudayaan. Difusi kebudayaan berupa proses penyebaran unsur kebudayaan. Unsur ini terus diserap oleh masyarakat yang menerima kemudian membentuk suatu budaya versi baru. Begitu juga dengan tor tor dan gondang Sembilan yang diklaim menjadi bagian budaya mereka.

Warisan budaya merupakan salah satu yang diakui dan dilindungi konvensi PBB terkait dengan masalah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya sesuai dengan Pasal 15 ayat 2; negara pihak dalam kovenan harus melestarikan, mengembangkan, serta menyebarkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pemerintah Republik Indonesia telah melakukan proses ratifikasi terhadap isi dari hak-hak ekonomi sosial dan budaya, maka dengan sendirinya pemerintah memiliki kewajiban untuk mengimplementasikan hal tersebut.

Secara politis , pemerintah memang wajib  ‘melindungi segenap tumpah darah indonesia’ yang tidak hanya sekedar membuat regulasi tapi juga konsisten diimplemntasikan. Sekarang pertanyaannya, berapa banyak survey dan inventarisasi warisan budaya indonesia yang kemudian didaftarkan ke UNESCO. Banyak warisan budaya Indonesia saat ini  terlupakan. Negara hanya memberikan perhatian kepada warisan budaya yang bernilai tinggi, tetapi tutup mata dalam melindungi warisan budaya yang ada di tingkat komunitas lokal. Itulah salah satu mengapa pada akhirnya banyak warisan budaya kita terancam hilang. 

Jika ini terus belanjut, maka hanya tinggal tunggu waktu budaya asli Indonesia diklaim menjadi milik orang. Beberapa kasus perselisihan dengan Malaysia terkait masalah lagu, tarian, dan sebagainya menunjukkan pemerintah tidak serius mengurusi masalah warisan budaya yang ada di negeri ini.

Penutup
Indonesia sebagai Negara dan bangsa yang besar harus sigap menanggapi  perkembangan zaman dan tekanan dari luar. Saat ini aspek legalitas dan hukum dijunjung tinggi dan budaya tidak lagi menjadi sebuah identitas budaya semata, namun juga menjadi sebuah Sumber Daya yang bisa meningkatkan perekonomian suatu bangsa. Karena sebab itu, sudah seharusnya pemerintah melakukan penyelamatan budaya. Mulai dari inventarisasi terhadap budaya fisik maupun non fisik. Budaya Asli Indonesia sudah seharusnya didaftarkan sebagai Made in Indonesia bukan “Made in asing”, dimana aspek ekonomi dari penggunaan keperluan di luar Indonesia bisa digunakan untuk meningkatkan penghasilan daerah asal budaya. Dan jangan lupa daftarkan ke HAKI versi internasional sehingga adanya legitimasi hukum di internasional akan perlindungan budaya tersebut.

Klaim sepihak oleh Malaysia tentang Gondang Sembilan dan Tor Tor adalah sebuah teguran berulang terhadap bangsa Indonesia. Kita wajib menjaga dan mempertahakan budaya kita sendiri. Namun jika pemerintah terlalu sibuk,  kita sebagai warga Negara yang merasa memiliki negara ini tidak harus selalu menunggu pemerintah yang terlalu banyak “kerjaanya” itu. 

Kita harus benar – benar cinta kepada bangsa dan Negara ini. Bagaimana kita mau melindungi budaya kita sendiri, kalau saja tarian daerah dan lagu daerah saja malas kita lihat dan kita dengar. Makanan tradisonal sudah terlupakan. Malu berbicara dalam bahasa daerah, dan meras gaul dan cool jika sudah bergaya ala luar. Mau dibawa kemana warisan budaya kita ? Kalau bukan kita sebagai warga Negara dan Pemerintah sebagai penyelenggara Negara terus siapa lagi yang melindungi dan peduli budaya kita. Inilah  saatnya kita gandeng tangan bersama menyelamatkan warisan budaya yang kita miliki demi anak cucu kita.


[1] Mahasiswa Departemen Antropologi FISIP USU

Tulisan ini juga di terbitkan oleh Harian Analisa pada tanggal 21 jun 2012 . silakan lihat linknya http://www.analisadaily.com/news/read/2012/06/21/57942/bercermin_dari_kasus_klaim_budaya/#.T-P-YHmJ1XW

Tidak ada komentar:

Posting Komentar